Prolog; Kenal Kala

 Aku kembali; dengan segenap perasaan yang tak pernah ku tahu besok akan serupa apa. Kata tak akan pernah cukup mengekspresikan apapun, tapi bagiku anak-anak kata adalah teman. And here comes the moment when you get to know who i am bersama bahasa-bahasa takut kepunyaan.


Ka.la adalah waktu/masa. Kala adalah aku. Kala Kelana adalah ruang kisah untuk bersua dari raga-raga yang tak sempat saling. Benar, bahwa tidak ada kendali yang sanggup memahami sebaik diri sendiri dan benar bahwa cara bertahan berkali kali dengan segala wujud semesta dan kehidupan yang misterius adalah menjadi; apa adanya. Jika segala alur dinamai permainan, bolehkah kala menolak untuk kalah.

........

Angin-angin timur kehidupan telah habis, membawa serta seluruh perasaan yang tercecer dilantai kemudi yang lupa kendali kemana hendak dibawanya bingkai-bingkai kenangan, amarah turut kesedihan serta anak-anak sunyi itu akan sampai. 

Kala tidak tahu kali ini akan berbagi kisah apa. Tunggu! tepatnya tidak tahu harus memulai dari bagian mana sebab ada banyak bagian yang terpecah jadi sangat rumit lebih dari untaian benang kusut didalam kotak kepala. ah iya.. hi! halaman pertama yang akan menemani perjalanan panjang yang baru saja akan kembali dimulai. Seperti mula hidup diberkati menjadi doa panjang yang tak luput sepanjang waktu, juga berkat Tuhan pada kaki kaki kecil, hati hati besar, senyum-senyum tulus, ingin juga sama diberkatinya jiwa jiwa yang pernah lupa atas-Nya sebab hampir saja mati kepalang atas nama pengkhianatan. 

Dari lipatan hari kemarin, Kala belajar memaknai banyak hal, menyimak segala rupa rasa dengan haru haru sekalipun itu mewujud yang terpahit. Terakhir kali ketika ujian Tuhan benar benar terasa di dada dan pundak yang lalu ditimpa lagi ujian berikutnya. Kala pernah memilih untuk menyerah "menemui garis takdirnya dengan paksa, sebab pikirnya menemui Tuhan atas kehendaknya akan lebih menyenangkan''. itu kemarin, ketika kabut memenuhi seluruh ingatan lalu lupa pada diri siapa ia hidup (re:hilang ditubuhnya sendiri). Itu.. tentang kemarin. Sederhananya hari ini, Kala ingin lepas dari seluruhnya; tentang riuhnya perkara-perkara perasaan.

Bisakah langkah dilanjutkan?

Bisakah hidup jauh lebih tenang usai genang-genang memenuhi pelupuk?

Bisakah dada jadi lebih ringan meski lebam disimpan rapat sendirian?

Kala akan baik-baik saja bukan? Ia tidak akan menangis selamanya. Seperti katamu bahwa pada akirnya semua akan baik-baik saja.


***

Kini rumah kecil disudut jalan kota tua dipenuhi rumput-rumput panjang. Seperti merindukan pemiliknya kembali. Senyum kecil itu sudah lama dirindukan kaca kusam yang tergantung didinding, hampir saja tak mengenali wajah tuannya berkat debu usang makin tebal hari ke hari. 

Desember, setapak yang lama dirindukan tibalah digerbang suka cita. bahwa Kala tidak mau bicara kemarin lagi. Kali ini doanya jadi lebih sederhana, tapi bukankah justru hal sederhana yang kadang rumit untuk dipahami, ah sudahlah seperti ini saja "ia ingin hidup hanya dengan cinta dari TuhanNya lalu bersamanya terberkati hal-hal baik akan datang serta''. Angin Desember yang dingin, membuatnya harus mendekap erat tubuhnya agar tidak terusik, seperti itu rupanya ia akan bertahan.

Beribu musim, didalam renung yang siapapun tidak akan paham. Ia meminta petunjuk Tuhannya dengan penuh pengharapan, perkara jalan mana yang berakhir kebaikan perihal melebur risau yang bukan hanya soal waktu. Melainkan ada yang lebih penting dari itu, tentang penerimaan. yaa.. menerima diri sendiri sebelum akhirnya menerima orang lain dan menerima seluruhnya sebagai bentuk pembelajaran yang akan memapahnya tumbuh jauh lebih berharga. 

Sore ini mendung lagi. 

Selamat berteduh dari hujan-hujan kecil. Jangan tenggelam mengenaskan lagi didalam kuyup perasaan yang tampak selalu rumit. Untuk hal-hal yang terlambat atau belum terlihat, akan selalu ada; ruang-ruang temu rahasia.

lekaslah membaik.


salam kebahagiaan,

Kala

Komentar